Jumat, 05 Juni 2009

Sulitnya Menjadi Seorang Pemimpin

Betapa sulitnya menjadi seorang pemimpin, itu yang dipikirkan begitu mendengar istilah pemimpin. kepemimpinan, penguasa, kholifah, raja, atau sultan. Memang tidak semua orang akan berpendapat sama apalagi bagi saudara-saudara kita yang berpendapat bahwa kekuasaan adalah ambisi dan kejayaan (glory). Sebelum jauh ambisi itu merentas langit, satu pemikiran disampaikan bahwa tidaklah kekuasaan, derajat, pangkat, bahkan power superior yang akan membawa kita selamat di alam tinggi kelak.

Sering terlupa bahwa kepemimpinan akan semakin membawa kita kepada konsekuensi yang luar biasa di alam nanti dimana setiap keputusan dan tindakan yang menyangkut apa-apa yang dilakukan selama menjadi pemimpin dimintai pertanggungjawaban. Bisa dibayangkan dengan logika mau jadi apa pemimpin-pemimpin yang berbangga terhadap kekuasaannya berlandaskan ambisi dan kepentingan dunia sesaat ini di alam tinggi kelak?

Sering kali terasa kejengahan dan sekaligus bercampur kasihan kepada para pemimpin yang berjalan arogan dalam setiap langkah-langkahnya. Meninggikankan golongannya dan merasa dirinya super hebat. Mereka merasa telah mendaki Himalaya tiada tersadar mereka justru semakin terkubur di dalam lumpur. Euforia kekuasaan di Negeri ini sepertinya telah menghapus esensi dari suatu kepemimpinan. Orang berebut menjadi pemimpin dengan berbagai cara, bahkan kalau perlu saling sikut, fitnah. Masing-masing pihak berstrategi untuk mencapai tujuan, saling berkoordiasi untuk bisa menganeksasi semua sektor demi kejayaan pribadi maupun kelompok.

Pemimpin sejati mungkin adalah pemimpin yang mempunyai ambisi namun mau berkoordinasi baik dengan pihak pro maupun kontra demi tercapainya tujuan bersama. Dalam hal negara, pemimpin sejati adalah pemimpin yang diminta rakyatnya untuk memerintah mereka atas dasar kepercayaan dan loyalitas rakyat terhadap pemimpinnya bukan berdasarkan uang atau image premature yang dipaksakan. Dengan loyalitas rakyat semestinya seorang pemimpin akan mampu memimpin dengan baik dan maksimal.

Yang jelas , menjadi seorang pemimpin mengakibatkan dirinya berdiri satu kaki di surga dan satu kaki di neraka. Jika dikatakan kepemimpinan adalah amanah itu adalah hal yang sangat tepat. Semestinya melembutkan hati menjadi kunci awal sukses seseorang untuk menjadi pemimpin yang selamat. Kegagalan pemimpin yang paling fatal adalah ketidak mampuan untuk memimpin diri sendiri. Kalau tidak mampu memimpin dirinya sendiri bagaimana bisa memimpin orang lain? Melembutkan hati akan membawa orang terus berinstropeksi sehingga sydrome pejabat atau pemimpin yang merasa hebat , pinter, berwawasan,kuat, modern, dsb, akan terkekang untuk terus cek dan re cek dalam setiap kebijakan yang diambil.

Dalam kelanjutannya , saat ini rakyat benar-benar membutuhkan sosok panutan yang dapat memberikan mereka contoh baik untuk dapat hidup di alam yang penuh keterbatasan ini. Sering kali para pejabat dan pemimpin hanyut dalam gaya hidup hedonis dan kapitalis sehingga pandangan mereka semakin jauh dari rakyat. Kebijakanpun semakin meninggi membubung tinggi tak menyentuh kepentingan rakyat. Bagaimana bisa mereka dijadikan panutan? Mereka bukan pemimpin namun tidak lebih dari seorang pemimpi dimana mimpi mereka menjadi kenyataan pahit bagi yang dipimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar