Rabu, 10 Desember 2008

THE MIDDLE OF JAVA

Perdebatan yang rumit jika akan membahas mana yang benar sebagai tengah dari Jawa Tengah atau bahkan Pulau Jawa. Masing-masing mempunyai argumen yang dianggap tepat baik secara tinjauan geografis maupun legenda. Hal ini juga ditambah dengan ke-egosentris dan pemikiran primodial yang mempengaruhi kebanggaan pribadi terhadap daerahnya. Sebagai warga Kabupaten Wonosobo tentunya ada kecenderungan penulis untuk mengatakan bahwa Wonosobo-lah yang tepat dan benar sebagai the middle of java dengan banyak pertimbangan dan asumsi.

Mengapa Wonosobo sebagai tengahing Jowo perlu dibahas dan diperkenalkan kepada banyak orang, karena ini dapat memperkenalkan Kabupaten Wonosobo lebih dari yang sekarang. The Middle Of Java akan menjadi sebuah icon baru yang mudah dan cepat dikenal pada semua kalangan sehingga ketertarikan pihak luar kepada Kabupaten Wonosobo akan berlipat. Banyak sekali legenda terlewat yang sebenarnya dapat menambah situasi klasik dan menambah power Kabupaten Wonosobo sebagai penyeimbang. Pakuning Jowo menurut legenda banyak orang dikatakan berada di Gunung Tidar dan jika Gunung Tidar hilang maka Pulau Jawa akan njomplang dan tenggelam. Akan tetapi bolehlah berandai-andai bahwa pakuning Jowo bukan disana, akan tetapi berada di suatu tempat di wilayah Kabupaten Wonosobo.

Adanya teori legenda bahwa Kabupaten Wonosobo adalah tengahing jowo tidak lepas dari beberapa pendekatan sejarah dan sosial budaya dan akan sulit jika harus dibuktikan dengan suatu nilai baku yang terukur. Sama dengan Gunung Tidar sebagai Pakuning Jawa tentunya akan sulit untuk dibuktikan. Berapa besar palu yang dibutuhkan untuk menancapkan paku sebesar Gunung Tidar? Apabila dipikirkan maka tidak akan terjawab dengan sesuatu yang memuaskan. Wonosobo melihat letak geografisnya jika dilihat pada peta terlihat terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dan Pulau Jawa. Kalau dicoba atlas Pulau Jawa dilipat sehingga ujung Jawa Barat bertemu dengan Ujung Jawa Timur dan kemudia ujung Utara Jawa bertemu dengan ujung Selatan Jawa maka akan terlihat titik temu yang bersinggungan tegak lurus. Wilayah yang bersinggungan itu terletak di Wilayah Kabupaten Wonosobo. Memang suatu pembuktian yang sangat sederhana sehingga perlu sebuah pengukuran yang akurat lagi mungkin menggunakan koordinat pengukuran via satelit untuk membuktikan kebenarannya namun perlu diingat inilah legenda. Legenda adalah cerita yang dipercaya sebagai khasanah kekayaan daerah yang dipercaya kebenarannya dan lekat dengan nilai-nilai sejarah.

Keistimewaan Wonosobo sebagai The Middle Of Java dilengkapi dengan fakta sejarah yang luar biasa dimana sebuah kerajaan tertua di Indonesia terletak Dataran Tinggi Dieng yang banyak dipercaya merupakan cikal dari Kerajaan Mataram Hindu. Dari bangunan peninggalan bersejarah di sana diketemukan bangunan candi dengan perkiraan pembuatan sekitar abad ke tujuh dan diperkirakan pusat pemerintahan Mataram Hindu terus berpindah ke arah Wilayah Wonosobo yang kemudian bergeser ke arah timur hingga perpindahan besar-besaran poh pitu ke Jawa Timur akibat meletusnya Gunung Merapi.

Salah satu legenda yang lolos dari perhatian bahkan dari masyarakat Wonosobo sendiri adalah legenda perpindahan pusat pemerintahan para dewa dari Gunung Mahameru di India ke Dieng. Adapun Dewa Syiwa yang memimpin pemerintahan di Dataran Tinggi Dieng yang kemudian dikenal sebagai Sang Hyang Jagad Nata. Mahameru di beberapa kalangan dianggap sebagai pusat cosmos dunia dan apabila menurut legenda berpindah ke Dieng maka bisa dikatakan Dieng adalah pusat cosmos dunia yang secara kebetulan atau tidak sebagian wilayah Dieng berada di Kabupaten Wonosobo dan secara logika mendukung keberadaan Wonosobo sebagai suatu pusat atau tengahing Jowo .Secara historis tercatat bahwa memang ada perpindahan seorang bangsawan dari India yang bernama Chandra Gusta Sidhapala dan kemudian menikah dengan putri Akuwu di kaki Dieng. Ada yang berpendapat bahwa anak turun dari Sidhapala ini yang kemudian menjadi raja-raja Mataram Hindu. Di Serat Kandha karya Yasadipura I disebutkan bahwa Maharaja Sanjaya Raja Mataram Hindu generasi ke empat di mana kekuasaannya sampai ke wilayah Kediri konon lokasi keratonnya terletak di Pasar Wonosobo sekarang bergeser 30 km dari keraton yang dibangun Chandra Gusta Sidhapala di Dataran Tinggi Dieng. (Otto Sukatno,2003:157)

Wonosobo yang berasal dari kata wono dan sobo yang dapat diartikan kurang lebih hutan yang disinggahi, mempunyai banyak misteri dan keistimewaan jika mengusahakan bersambungnya antara legenda dan fakta sejarah. Makna hutan yang disinggahi berarti wilayah Wonosobo dahulu adalah hutan belantara dan kemudian dibuka oleh Kyai Walik, Kyai Karim, dan Kyai Kolodente yang kemudian dianggap sebagai pendiri Kabupaten Wonosobo. Namun ada hal yang mengejutkan dimana era 90-an, Abdulrahman Wahid mantan Presiden Republik Indonesia berhasil menemukan makam Syekh Kobudin di daerah Candi Kabupaten Wonosobo yang menurut Gus Dur adalah Syekh yang pertama kali menyebarkan dan mendirikan pondok pesantren di Pulau Jawa. Hal ini apabila benar maka akan menjadi hal yang luar biasa di mana Kabupaten Wonosobo selain pernah menjadi pusat Mataram Hindu juga menjadi salah satu cikal perkembangan Agama Islam di Pulau Jawa. Pernah pada suatu diskusi santri memunculkan pertanyaan yang kritis tentang siapa Guru dari para wali di Jawa sedangkan di Kabupaten Wonosobo tersebar banyak makam tua para Kyai yang umurnya melebihi umur para Wali Songo yang terkenal itu. Mungkin jawaban dari pertanyaan ini bisa direnungkan jika dikorelasikan dengan keberadaan makan Syekh Kobudin yang berada di wilayah Kabupaten Wonosobo.

Hari Jadi Kabupaten Wonosobo yang dirayakan setiap tanggal 24 Juli merupakan momentum untuk meningkatkan kebanggaan masyarakat Wonosobo terhadap daerah sendiri. Kebanggaan ini diharapkan akan menambah semangat dan kekuatan untuk membawa Kabupaten Wonosobo menjadi lebih baik, makmur, dan sejahtera. Berbicara mengenai Hari Jadi Kabupaten Wonosobo sebenarnya masih diwarnai banyak versi di mana versi sekarang mengambil perang di Logorok sebagai acuan dan Tumenggung Setjonegoro sebagai Bupati Wonosobo pertama, namun ada juga yang berpendapat bahwa Bupati Wonosobo pertama adalah Tumenggung Jogonegoro yang pemerintahannya tidak diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu. Lepas dari mana yang benar jika melihat sejarah dan legenda masa silam Kabupaten Wonosobo tentunya kita dapat berasumsi bahwa Wonosobo sebenarnya adalah wilayah yang sangat tua dan berpenghuni sejak lama dengan banyak legenda yang adiluhung dan sulit ditemukan di daerah lain. Sangat disayangkan wilayah yang semenarik ini tidak dikenal dan dibanggakan bahkan oleh masyarakat Wonosobo sendiri. Satu pemeo menarik yang pernah penulis dengar , tidak akan runtuh Negara ini jika Wonosobo masih ada sebagai pusat cosmos ,dan kemakmuran Wonosobo maka kemakmuran juga bagi Negara secara keseluruhan. Kebenarannya tentu ada pada kepercayaan kita masing-masing. Sejahtera Untuk Semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar