Jumat, 05 Desember 2008

Konsep Sejatining Jati, Mengenal dan Memikirkannya

Oleh : R.Dwi Putranto Bimo Sasongko,S.Sos
Dewan Pendiri MSK Pesanggrahan
Konsep manusia sebagai sebuah materi individu yang menanyakan jati dirinya merupakan rangkaian tata pemikiran dan rasa bawah sadar yang akan terus ditanyakan Manusia terpecah dalam beragam teori mengenai hakekat diri dan sejatining manungso.

Secara Islam jati diri manusia secara umum adalah pertama ; manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada Sang Penciptanya, kedua ; Manusia adalah Kholifatulloh raja dunia yang ditunjuk oleh Allah untuk berkuasa di alam semesta, dan ketiga ; Manusia adalah Rohmatan lir Alamin rahmat bagi semua makhluk.

Dengan konsep jatining jati ini menunjukkan bahwa siapakah manusia itu, manusia adalah sebuah bentuk materi makhluk yang diciptakan Penciptanya untuk beribadah dan diberi kewenangan sebagai Raja Alam Semesta atau dunia dan berkewajiban untuk dapat memberikan rahmat bagi sekalian alam.

Manusia telah berikrar pada zaman azali, di mana manusia belum terlahir ke dunia untuk tunduk, patuh, dan setia kepada Tuhan Allah SWT. Konsekwensi dari sebuah hidup yang diberikan kepada manusia. Setelah itu manusia di beri kekuatan , kemampuan, dan kepandaian untuk menjadi raja di dunia. Dalam hal inilah manusia merupakan ras tertinggi yang pernah tercipta di jagad raya. Dengan lambang raja yang berkuasa tentunya manusia mempunyai power yang luar biasa dimana semua makhluk tidak akan mampu mengalahkan tanpa takdir tertentu yang telah digariskan Illahi. Konsep pemikiran ini berpendapat bahwa sangatlah sulit manusia dikalahkan baik dengan cara kasat mata maupun ghoib dimana ancaman yang sering didengar adalah gangguan jin , setan, sampai dengan iblis. Pemikiran absolut ini akhirnya menolak penghambaan manusia kepada ghoib selain Allah SWT. Manusia adalah Kholifah maka apabila ada ras lain yang menentang itu maka dia berada di golongan yang tidak taat kepada keputusan Sang Pencipta termasuk penentangan dari manusia itu sendiri. Kemutlakan manusia sebagai raja tidak serta merta tanpa batasan. Batasan itu muncul dengan adanya konsep Rohmatan lir alamin. Manusia harus bisa memberikan keuntungan kepada semua makhluk Illahi bukan bahkan merusak. Manusia kembali mendapat kewajiban mutlak untuk mengatur dengan bijak dan menyayangi semua makhluk dengan takaran yang telah diatur dalam Kitab Suci maupun Sunah. Semua makhluk termasuk tumbuhan , binatang, jin, malaikat, gunung, air , tanah, dan sebagainya. Hanya satu yang tetap akan menjadi musuh sampai akhir zaman yaitu setan dan iblis yang merupakan musuh yang nyata bagi manusia.

Pengertian jating jati diatas dapat disinergikan dengan pemikiran budaya Jawa bahwa manusia harus mampu mengatur alan semesta dengan proses yang tidak serta merta. Tingkatan itu dapat difokuskan pada pemikiran Memayu Rahayuning Jiwa, Memayu Rahayuning Keluarga, Memayu Rahayuning Sesama. Memayu Hayuning Bawana.

Pemahaman tingkatan dalam hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang Kholifah atau pemimpin yang sempurna harus mampu terlebih dahulu menata dirinya sendiri dengan aturan dan batasan yang telah diatur dalam doktrin keagamaan maupun norma. Bilamana dia seorang Muslim maka dia harus mampu terlebih dahulu mengendalikan perilakunya menjadi seorang Muslim. Kedisiplinan dalam sholat ,zakat , dan aturan yang lain akan menjadikan dirinya mampu untuk mengendalikan nafsu hingga jiwanya tertata memayu rahayuning jiwa.

Setelah mampu mengendalikan diri maka manusia akan diuji tingkatan selanjutnya yaitu bagaimana berinteraksi dengan manusia lain yang terdekat yaitu keluarga. Bagaimana manusia bisa menjadi pelita bagi orang lain disekitarnya. Membina , menjaga, mengatur keluarga dengan baik akan menjadi dasar untuk menuju tahapan berikutnya. Memayu rahayuning keluargo merupakan konsep manusia sebagai payung untuk mendapatkan mandat mensejahterakan dan memberikan rasa damai bagai keluarganya.

Memasuki tahapan memayu rahayuning sesama, manusia untuk dapat mencapai tahapan kholifah dan makhluk yang rahmatan lir alamin haruslah berusaha keras untuk dapat membantu, membina, mengasihi, bahkan ikut melindungi tetangga dalam lingkup kecil, dan sesama manusia dalam lingkup yang lebih besar. Kekholifahan manusia akan semakin teruji dalam hal ini karena hubungan dengan sesama manusia yang merupakan Hablum Minannas merupakan Sunatullah yang akan dijalani oleh manusia. Semakin baik ia maka Hablum Minallah akan terjadi peningkatan. Jika sudah mencapai sebuah tahap kesempurnaan tertinggi maka manusia menjadi kholifah secara utuh yaitu mampu memayu hayuning bawono , membawa kedamaian , kesejahteraan seluruh alam , bangsa, dan negara. Sebuah jawaban siapakah manusia itu manjadi sebuah penjabaran jawaban yang sangat luas namun tertata dalam aturan-aturan

Konsep kesempurnaan jika manusia telah mempunyai dasar umum sejating jati, maka barulah beranjak kepada pengenalan jatining jati secara khusus yang cenderung menanyakan tugas khusus manusia di alam mayapada ini. Tugas khusus bagi setiap individu manusia akan berbeda-beda. Tugas inipun akan banyak orang yang mengartikan berbeda-beda karena adanya perbedaan sudut pandang yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu, sosial, letak geografis, pengalaman, budaya, agama, dan lain sebagainya.

Perbedaan tugas khusus manusia tidak berupa tingkatan berupa tangga namun lebih kepada perbedaan tempat , kotak, atau maqom. Tidak ada tugas orang lain lebih tinggi dari tugas manusia lain yang ada hanyalah kesejajaran atau berbeda ruang. Manusia ada yang bertugas menjadi petani, padagang, pegawai , tentara, politis, ustadz , dan lain sebagainya tidak merupakan tingkatan derajat tugas namun sekali lagi hanya beda ruang tugas dengan konsep kesejajaran. Tidak ada tugas seseorang yang derajatnya melebihi tugas orang lain.

Kesejajaran maqom tugas manusia baru akan menjadi konsep tangga apabila sudah mulai perhitungan tentang kemampuan manusia tersebut dalam menjalankan tugasnya. Semakin baik dia melaksanakan tugasnya di dunia maka akan semakin tinggi derajatnya. Sebagai contoh seseorang bertugas khusus di dunia sebagai pedagang namun dia berbuat kemaksiatan dan dosa, menipu timbangan, tidak mau beramal, dan tidak bersyukur , maka ia akan tertinggal dalam derajat atau tangga yang rendah. Mengapa, karena manusia tersebut telah menyalahi tugasnya secara umum sebagai manusia ciptaan Tuhan dan semestinya menjadi rahmat bagi sekalian alam. Di sisi lain dia tidak bisa menjadi pedagang yang baik, walaupun secara materi melimpah tetapi tidak memberikan keuntungan bagi sesamanya. Semakin baik orang melaksanakan tugas khususnya di dunia yang didasari dengan tugas sejating jati manusia maka semakin tinggi letak derajatnya.

Contoh yang lain adalah apabila seseorang mendapat tugas didunia sebagai ustadz. Ustads adalah tugas mulia dimana ia bertugas membenarkan dan membina akhlaq manusia. Namun pekerjaan sebagai ustadz tidak lebih baik dari menjadi pedagang, petani dan lain sebagainya, karena semua hanya berbeda ruang bidang pengabdian bukan beda derajat atau kemuliaan. Barulah terjadi perbedaan derajat jika sang ustadz benar-benar mampu menjalankan tugasnya dengan menjadi orang yang saleh, jujur, dan mampu membawa umat ke pencerahan yang lebih baik. Disini bukan tugasnya atau pekerjaannya yang menjadikannya manusia lebih tinggi derajatnya dari orang lain namun tingkat keberhasilannya melaksanakan tugaslah yang meningkatkan derajat manusia ke jenjang yang lebih tinggi.

Sering kali dengan pengalaman hidup manusia terdapat hal-hal yang membawa pertanyaan-pertanyaan tentang jati dirinya secara khusus. Pertanyaan “Apakah sebenarnya tugas saya?”, menjadi hal penting yang harus dijawab pada beberapa manusia yang berada pada maqom tertentu. Kebiasaan ini sering sekali timbul pada manusia yang suka berpikir, membahas, pencari, dan menginginkan kebenaran dalam bentuk apapun. Siapa sebenarnya kita secara khusus akan menjadi sangat berbahaya jika memasuki ranah maqom derajat bukan maqom menyamping, artinya apabila setelah dalam masa pencarian kita menganggap berada pada posisi derajat yang agung bukan pada kesemaan derajat namun hanya beda kotak tugas, maka biasanya manusia itu akan terjebak pada aroma pengkultusan. Aroma pengkultusan ini muncul bisa diakibatkan perasaan intuisi, pemikiran angan-angan, distorsi, ketinggian nazab keturunan, jabatan, bahkan bisa memasuki daerah supra metafisika. Apabila sudah terjebak pada pengkultusan ini maka manusia bersangkutan akan cenderung merasa istimewa dan cenderung ingin eksklusif dan bersikap seperti raja. Yang lebih parah lagi jika sampai mengaku Nabi , atau bahkan Tuhan.

Mencari Jatining Diri, Jatining Jati pada titik tertentu adalah “mengalir”. Dengan seijin Allah, manusia tertentu bisa mengetahui tugas khususnya, setelah mengetahui akhirnya berusaha bertindak dengan metodologi mengalir. Mengalir dalam hal ini percaya bahwa apapun yang dilakukan merupakan dalam kerangka takdir Illahi yang tak akan mungkin dihindari. Seberat apapun atau seaneh apapun tugas khusus yang ada tak akan lepas dari aturan baku fitrah manusia yaitu beribadah sebagai makhluk Allah, Kholifatulloh, dan Rohmatan nir alamin.

Pencarian tentang “Siapa saya?” atau “Apa tugas saya?” akan sampai pada titik yang datar apabila kita sudah mengetahui beberapa tugas khusus di dunia yang semestinya bisa kita selesaikan dengan perasaan nyaman, damai, dan tenang. Fase ini biasanya akan terjadi jika manusia benar-benar telah bertindak seperti yang semestinya dalam bentuk ikhtiar dan kepasrahan. Jika kita masih merasa kebingungan , tidak tenang, maka sepertinya ada beberapa point dalam hidup kita yang miss atau terlewat hingga banyak tugas yang semestinya dilakukan terlewat. Konsekwensi lewatnya beberapa tugas itu mungkin akan berakibat fatal karena bisa jadi reward atau pahala yang semestinya manusia dapatkan lepas dan lebih parah lagi jika punishment atau hukuman berlaku pada hal ini.

Keberhasilan seorang menjalankan tugas belum tentu dapat dilihat dengan sebuah tujuan yang pasti atau hasil yang pasti. Seperti tugas seseorang menjadi pemimpin kemudian dianggap berhasil kalau dia menjadi Raja. Penilaian keberhasilan tugas manusia di dunia secara hakiki adalah hak Allah sebagai Sang Pemberi tugas. Yang jelas jika manusia sudah dalam rel yang benar, dengan rambu-rambu agama yang benar, maka tugas yang diembannya dalam konsep mencari Jatining Jati akan terlaksana dan membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Selesai atau tidaknya tugas tersebut merupakan strategi dan skenario Tuhan YME bukan manusia yang menentukan. Terpenting lakukan tugasnya dengan baik terutama bagi orang-orang yang masuk kategori manusia yang sudah bisa menjawab “Siapa saya” masalah hasil itu urusan Allah. Ikhtiar, Sabar, Tawaqal, dan Pasrah.Wallahualam Bisawab.

6 komentar:

  1. alhmamdulillah..tengkyu mator suwun.. tambah pengertian, pemahaman..tambah enteng nglampahi urip.hehe

    BalasHapus
  2. matur suwun atas pencerahanipun..tumut ijin nge share marang rencang2 mugi2 saged tambah manfaatipun..

    BalasHapus
  3. sedoyo wonten jatiningjati.com sumonggo dipun manfaatken mugi kesaenan kagem sedoyo dunia wa akhirat

    BalasHapus
  4. Matur suwun kola angsal kawruh kangge tambah pangertosan jati.

    BalasHapus
  5. intinya segala sesuatu yang kita lakukan iklas karnaALLAH semata, tanpa imbalan apapun

    BalasHapus
  6. hadeuh,,sekedar ralat aja ,,,penulisan lafadz arab banyak yang salah sehingga dapat merusak makna dan esensi dari tujuan,,,

    BalasHapus